Senin, 22 Agustus 2016

Cara Mudah Mengasah Kecerdasan Sosial Anak


Apakah anda termasuk orang yang peduli sosial? Seberapa seringkah  anda  memberikan senyuman pada orang yang baru anda lihat? seberapa seringkah anda menyapa seseorang? dan seberapa seringkah anda perhatian pada kakak, orang tua, adik dan teman?

Sebelum anda menjawab, saya ingin  menjawab pertanyaan itu untuk diri saya sendiri. Bagi saya menyapa orang itu adalah hal yang sulit, hawatir orang lain tak mau menjawab sapaan saya, memberikan  senyuman pada orang lain itu mungkin lebih mudah, tapi setelah senyum tak ada kata yang mampu untuk saya ungkapkan kecuali menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban singkat, perhatian pada orang lain itu ada, namun tak banyak dan tak berlanjut.

Terkadang saya ingin seperti mereka yang dengan renyahnya menyapa teman-teman baru, mampu memberi perhatian yang banyak kepada orang lain dan kemampuan sosial lainnya. Bagi saya bersosialisasi itu menyiksa, berkumpul dengan orang-orang baru itu. Namun Saya butuh bantuan untuk berjiwa sosial.

Betapa mulianya Islam kita, konsep peduli sosial menjadi hal yang teramat penting dalam kehidupan, sampai-sampai sang pembawa Islam tak mau mengakui sebagai golongannya jika kita umatnya takpeduli pada orang sekitar. Coba saja lihat hadits Rosulullah ini:

”Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang muda di antara kami, dan tidak mengetahui kemuliaan orang-orang yang tua di antara kami”
(HR. At-Tirmidzy dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany )

Pagi itu, saya benar-benar terkesima dengan anak usia tiga tahun, ia benar-benar sangat peduli abangnya yang saat ini duduk di kelas satu SMP. Ia sering butuh bantuan untuk fokus seperti emak nya, Sering kali saya harus mengantarkan nasi bekalnya ke sekolah karena ia lupa memasukannya ke dalam tasnya.

"Nasi abang awas ketinggalan lagi" Serunya saat ia melihat kotak nasi dan air minum abang masih tergeletak di atas meja. Lalu ia mengambil, membawa, membuka rel sleting tas dan memasukan ke dalam tas warna coklat milik abangnya. lalu ia berkata, "Nah... udah masuk, gak ketinggalan lagi."


Saya terharu, terkesima, bersyukur karena si tiga tahun itu adalah anak saya sendiri. Sedangkan saya  tak terstimulasi kecerdasan sosialnya. Saya yang teramat tersiksa jika harus perduli orang lain, saya yang sering orang sebut asyik dengan diri sendiri.

Fitrah anak sesungguhnya perduli, stimulasi lingkungan sekolah Babyhouse Salsabila membantunya memiliki sikap sosial,  dan saya sebagai orang tua harus memelihara keperduliannya itu dengan mengapresiasi apa yang ia lakukan, jika saya tak mampu mencontohkan atau menjadi figur, maka sejak saat ini sayalah yang harus mencontohnya dan dialah menjadi figur saya, saya harus perduli seperti apa yang ia lakukan, saya harus perhatian sepertinya, saya harus hirau tak abai dan mengindahkan lingkungan.

Karena di usianya yang masih konkrit thinking, tak cukup baginya informasi verbal belaka tanpa contoh nyata, tak cukup baginya pemberitahuan tanpa pengamatan. Tak cukup baginya pengumuman tanpa pengalaman.

Apa yang ia lihat, apa yang amati, apa yang ia alami menjadi temuan baru baginya dan ia praktekan dalam kehidupan sosialnya. Walau emaknya tak cerdas sosial, namun lingkungan sekolah, teman-teman dan gurunya menjadi bahan observasi baginya dan menjadi bekal kehidupan sosialnya bahkan menjadi inpirasi bagi orang lain termasuk saya sendiri, emaknya.

Terima kasih teman-teman di Sekolah Sentra Salsabila, Guru-guru baik yang masih bergabung ataupun sudah lulus, Para Orang Tua teman-teman Avia, Civitas Akademika Sekolah AL-Falah dan Bukit Pelangi, serta semua yang telah mendukung yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Terima Kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar