TIPS HILANGKAN KARAKTER SOMBONG
Oleh Habibah Sirojudin
Banyak orang tahu bahwa Puasa itu hanyalah untuk Allah semata, dan
Allahlah yang akan membalasnya. seperti dalam sebuah hadits Qudsi yang
diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946 dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alai wa sallam bersabda,
"Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia
untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya."
Namun tak banyak orang
mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan, apalagi bagi Anak Usia Dini.
Mungkin saat kecil dulu anda pernah minum saat berwudlu atau bahkan
minum air kemasan bersama teman saat ayah ibu tak hadir di hadapan anda?
Bulan puasa yang baru lalu, Sepulang Aza main sepeda, ia bercerita,
"Bunda, tadi teman aku minum da! batal atuh ya?" begitu laporannya.
Anak usia dini sebelum usia 7 tahun memang baru function satu arah,
begitu menurut Pieget seorang ahli psikologi, dari umur 7 sampai 11
tahun ia akan mulai function dua arah. Ia akan mulai menyadari bahwa apa
yang ia lakukan akan memantul kepada dirinya. Jika ia belajar silat ia
akan mulai sadar, jika ia serang lawan, maka ia akan balik diserang
lawan. Jika ia Sholat, ia akan khusyu sholatnya karena ia merasa ada
Allah sedang ia hadapi. Jika ia lempar bola ke tembok maka bola akan
memantul pada dirinya. Itupun jika usia kronologis dan biologisnya sama,
jika tidak, usia 40 tahunpun belum bisa khusyu sholatnya, menyerang
siapapun tanpa pertimbangan baik verbal atau fisik, dan puasanya entah
untuk siapa.
Nah, Bagaimana membentuk karakter anak sejak dini? tidak sombong dengan pencapaiannya.
Orang tua dan guru perlu kerja keras membaca tahap perkembangannya,
membuat program untuk mengejar ketertinggalannya, mengisi program sesuai
tahapannya.
Seperti kejadian pagi ini, Ayah sudah sibuk masak
sambel terong yang saya beli tadi malam, hm yummy, wangi terasinya
menyeruak ke seluruh ruangan. Ayah menyiapkannya sendiri dan sarapan
pagi di beranda sambil ngobrol - ngobrol dengan kami, aku dan Avia
karena Abang dan Aza liburan di rumah nenek bersama para sepupu dari
Cileungsi.
"Alhamdulillah ya Abang Luthfi tamat puasanya dan
setiap tahun selalu tamat, seperti juga ayah, dulu di keluarga ayah,
cuma ayah saja yang tamat puasanya, sampai sekarang huuuh ayah mah gak
pernah atuh gak tamat puasa sejak kecil." ujar ayah bangga.
Aku
terdiam, bingung mau komentar apa, mau mengapresiasi, hawatir menambah
kebanggannya, mau mengoreksi, hawatir tersinggung, karena jika menurutku
itu sudah termasuk kategori sombong, belum tentu menurut ayah, mungkin
saja baginya itu hanya obrolan biasa tanpa merasa lebih.
Namun selalu saja Aviaku si usia 3 tahun ini punya solusi, dengan datarnya ia berkata: " Biasa saja."
Saya dan juga Ayah tersenyum menyadari kekeliruannya.
Tentu saja saya bahagia karena pembentukan karakter yang dialirkan di
sekolah sudah membekas dalam otaknya. Begitulah ucapan guru di Sekolah
kami Salsabila jika ada anak membanggakan diri, cukup dengan berkata
"Biasa saja."
Dulu saat observasi di Al-Falah seorang anak dengan
bangganya berkata:"Tuh kan kata aku juga, itu bangunan hotel, bukan
masjid."
Dengan tenang gurunya berkata,"Jika sudah tahu, biasa saja." maka sang anakpun bersikap biasa saja.
Begitulah cara kami mendidik, Tidak banyak teori kami ajarkan, Namun
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari menjadi mauidzoh hasanah bagi
mereka, children see, children do.
Sudah siapkah Anda mendidik anak dengan Hikmah dan Mauidzoh Hasanah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar