Sabtu, 09 Juli 2016

TIPS HILANGKAN KARAKTER SOMBONG

TIPS HILANGKAN KARAKTER SOMBONG
Oleh Habibah Sirojudin
Banyak orang tahu bahwa Puasa itu hanyalah untuk Allah semata, dan Allahlah yang akan membalasnya. seperti dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946 dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alai wa sallam bersabda, "Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya."
Namun tak banyak orang mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan, apalagi bagi Anak Usia Dini. Mungkin saat kecil dulu anda pernah minum saat berwudlu atau bahkan minum air kemasan bersama teman saat ayah ibu tak hadir di hadapan anda? Bulan puasa yang baru lalu, Sepulang Aza main sepeda, ia bercerita, "Bunda, tadi teman aku minum da! batal atuh ya?" begitu laporannya.
Anak usia dini sebelum usia 7 tahun memang baru function satu arah, begitu menurut Pieget seorang ahli psikologi, dari umur 7 sampai 11 tahun ia akan mulai function dua arah. Ia akan mulai menyadari bahwa apa yang ia lakukan akan memantul kepada dirinya. Jika ia belajar silat ia akan mulai sadar, jika ia serang lawan, maka ia akan balik diserang lawan. Jika ia Sholat, ia akan khusyu sholatnya karena ia merasa ada Allah sedang ia hadapi. Jika ia lempar bola ke tembok maka bola akan memantul pada dirinya. Itupun jika usia kronologis dan biologisnya sama, jika tidak, usia 40 tahunpun belum bisa khusyu sholatnya, menyerang siapapun tanpa pertimbangan baik verbal atau fisik, dan puasanya entah untuk siapa.
Nah, Bagaimana membentuk karakter anak sejak dini? tidak sombong dengan pencapaiannya.
Orang tua dan guru perlu kerja keras membaca tahap perkembangannya, membuat program untuk mengejar ketertinggalannya, mengisi program sesuai tahapannya.
Seperti kejadian pagi ini, Ayah sudah sibuk masak sambel terong yang saya beli tadi malam, hm yummy, wangi terasinya menyeruak ke seluruh ruangan. Ayah menyiapkannya sendiri dan sarapan pagi di beranda sambil ngobrol - ngobrol dengan kami, aku dan Avia karena Abang dan Aza liburan di rumah nenek bersama para sepupu dari Cileungsi.
"Alhamdulillah ya Abang Luthfi tamat puasanya dan setiap tahun selalu tamat, seperti juga ayah, dulu di keluarga ayah, cuma ayah saja yang tamat puasanya, sampai sekarang huuuh ayah mah gak pernah atuh gak tamat puasa sejak kecil." ujar ayah bangga.
Aku terdiam, bingung mau komentar apa, mau mengapresiasi, hawatir menambah kebanggannya, mau mengoreksi, hawatir tersinggung, karena jika menurutku itu sudah termasuk kategori sombong, belum tentu menurut ayah, mungkin saja baginya itu hanya obrolan biasa tanpa merasa lebih.
Namun selalu saja Aviaku si usia 3 tahun ini punya solusi, dengan datarnya ia berkata: " Biasa saja."
Saya dan juga Ayah tersenyum menyadari kekeliruannya.
Tentu saja saya bahagia karena pembentukan karakter yang dialirkan di sekolah sudah membekas dalam otaknya. Begitulah ucapan guru di Sekolah kami Salsabila jika ada anak membanggakan diri, cukup dengan berkata "Biasa saja."
Dulu saat observasi di Al-Falah seorang anak dengan bangganya berkata:"Tuh kan kata aku juga, itu bangunan hotel, bukan masjid."
Dengan tenang gurunya berkata,"Jika sudah tahu, biasa saja." maka sang anakpun bersikap biasa saja.
Begitulah cara kami mendidik, Tidak banyak teori kami ajarkan, Namun aplikasi dalam kehidupan sehari-hari menjadi mauidzoh hasanah bagi mereka, children see, children do.
Sudah siapkah Anda mendidik anak dengan Hikmah dan Mauidzoh Hasanah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar