Senin, 11 Juli 2016

TIPS TANAMKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB SEJAK DINI


Masih ingat peristiwa macetnya mudik lebaran kemarin? Belasan nyawa melayang akibat kemacetan tersebut. Siapakah yang harus bertanggungjawab? POLRI kah? Pengelola Tol kah? atau kementrian Pekerjaan Umum? Saya kira sikap tanggung jawab masih merupakan barang langka di negeri ini, Saya tak bisa menuntut mereka karena kapasitas saya sebagai rakyat biasa. Namun saya ingin mengajak Anda untuk merubah karakter bangsa menjadi bangsa yang bertanggung jawab melalui pendidikan anak-anak kita.


Namun sebelumnya saya kutip definisi Pertanggungjawaban menurut Sugeng Istanto yaitu, memberikan jawaban yang merupakan perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya.


Bagaimana Cara menanamkan tanggung jawab pada anak usia dini agar mereka terlatih dan terbiasa melakukannya sampai dewasa kelak sehingga apapun yang ia lakukan akan ia pertanggungjawabkan dan TANGGUNG JAWAB akan menjadi karakter bangsa yang mulia sehingga mudah mengaplikasikan fiman-Nya "KULLU NAFSIN BIMAA KASABAT ROHIINAH," Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, QS. Al-Mudatsir-38.

Berikut ini sedikit cerita harian Kami sebagai gambaran bagaimana menanamkan Tanggung jawab kepada Anak.

Tiba-tiba terdengar tangisan di tengah antrian grup toodler (usia 2-3 tahun) di Sekolah Sentrá Salsabila Purwakarta. Mereka mengantri untuk cuci tangan menjelang snack pagi. Mata Nanas berurai air mata.

"Ada masalah ?"
Tanya bu Dewi, lalu Nànas menjawab ditengah tangisannya.

"Iyà, mba Iza..."
Jawabnya sambil menunjuk Aliza yang sudah beràda di kamar mandi untuk mencuci tangan. Ia tak sengaja menyenggol Nanas adiknya saat tiba antriannya.

"Ok, kita selesaikañ dulu masalahnya." Jawab bu Dewi.
Saat Aliza selesai mencuci tangan dan keluar kàmar mandi , bu Dewi menghampiri Aliza dan berkata:
"Aliza, bu Dewi lihat Nanas tidak nyaman."

Bu Dewi bicara tidak langsung, aŕtinya tidak langsung menyuruh untuk minta maaf, agar otak Aliza terangsang untuk berfikir untuk melakukan hal apa jika teman atau saudara merasa tidak nyaman dan ini merupakan kontinum pendampingan anak tahap dua, karena tahap satu kehadiran sudah ia lakukan. Juga untuk membangun inisiatif Aliza yakñi minta maaf dengan kesadaranñya sendiri, dan agar Aliza merasa dihargài, namun Aliza terlihat ķuràng senang, otaknya perlu transisi untuk mengakui kesahannya.

"Apa yang harus kita lakukan jika saudara kita merasa gak nyaman ya ?"

Bu Dewi melanjutkan pendampingan dengan continum ketiga yakni "pertanyaan". Aliza pura pura tidak mendengar dan ia merebahkan tubuhnya di bawah meja.

"Oh, sepertinya Aliza butuh waktu untuk tenang, ok bu Dewi menunggu." Lanjutnya lagi.

Sementara Nanàs berdiri di dekat Aliza menunggu reaksi kakak kandungnya itu, tangis nya sudah reda. Dengan posisi berbaring Aliza menjulurkan tangañnya dengan posisi telapak tangan terbuka. Bu Dewi dengan antusias menģapresiasi kemajuan Aliza,

"Oh, Alhamdulillah, Aliza mau minta maaf, selamat ya Aliza."
Nanas menyambut tangan kakak kandungnya itu, mereka bersalaman dan saling memaafkan. Gurupun menyalami keduanya, mengucap syukur alhamdulillah dañ memberi selamat pada keďuanya.

"Apakah sudah cukup dengan minta maaf atau perlu pelukan dari mba Izà agàr Nanas lebih tenang?" Tanya bu Dewi.

Hal itu dilakukan bu Dewi untuk membangun sikap TANGGUNG JAWAB Aliza, kelak dewasa ia akan faham bahwa tidaklah cukup minta maaf saat kita melakukan kesalahan, perlu tanggung jawab sebagai kewajiban pelaku salah. Jika terluka apa yang harus dilakukan, jika hanya tak nyaman saja apa yang harus dilakukan. Selain itu pelukan akan menstimulasi tubuh untuk memproduksi hormon oksitosin yang membuat anak menjadi nyaman dan tenang.

"Aku mau dipeluk"Jawab Nanas.

Aliza memeluk hangat Nanas dengan penuh kasih sayang sambil mengusap punggung nya.
Pemàndangan mengharukan dilakukan dua saudara di usia dininya. Usia toodler mereka. Alhamdulillah, Salut pada orang tuanya yang menerima ia apa adanya, Penerimaan nya sangat mempengaruhi perkembangannya ningga ia mencapai kemampuan sosial dan pribadinya begitu tinggi, ia faham bagaimana cara menyelesaikan masalah, ia sayang saudara. Down syndrom bukan halangan meningkatkan kecerdasannya.

Dari Kisah ini kita bisa lihat bagaimana bu Dewi menanamkan tanggung jawab terhadap Aliza, tak cukup minta maaf namun memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya. Jika terluka, ia bertanggung jawab mengobati, jika tak nyaman, ia bertanggung jawab menyamankan dengan cara yang disepakati. Sebuah pendampingan uang bermutu bagi anak usia dini dilakukan di sekolah ini.

Tidak susahkan menanamkan tanggungjawab? Yuk, mulai sekarang agar kelak Tanggungjawab menjadi karakter bangsa Indonesia tercinta.

Salam Damai...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar